1cerita

1cerita1masalah.blogspot.com adalah website penyedia cerita hiburan fantasy tentang SEX

Showing posts with label DAUN MUDA. Show all posts
Showing posts with label DAUN MUDA. Show all posts

Tuesday, July 12, 2016

Kemaluan Karina

12:42:00 AM

Kemaluan Karina


Sungguh nikmat Kemaluan Karina yang Masih Perawan – Waktu itu aku masuk sebuah sekolah akademik diploma 1 tahun di Bandung, dan ternyata semua mahasiswi-mahasiswi di sini lumayan cakep-cakep juga. Setelah 2 minggu lewat aku mulai akrab dengan semua mahasiswa-mahasiwa sekampus, dan terus terang di jurusan aku (Manajemen Informatika), perempuannya hanya sedikit sekali, dan kampus ini juga baru berdiri jadi belum begitu terkenal.

Setelah tiga minggu belajar di kampus ini, ternyata ada mahasiswi baru yang cantik, putih dan bercahaya, pakaiannya juga biasa-biasa saja tetapi semua laki-laki di kelasku, melongok melihat dia. Yaa ampun, cantik benar nih. Jam mata kuliah pertama selesai dan anak-anak laki-laki di kelasku banyak yang kenalan tapi terus terang hanya aku dan temanku berdua bisa dibilang cool, kami hanya keluar dan makan di kantin. Aku benar-benar belum punya nyali untuk dekat dengan wanita-wanita di kampus waktu itu. Dan dengan si mahasiswi baru itu pun kenalnya sangat lama sekali. Sebut saja nama panggilannya Karina. Aku yang baru memasuki dunia baru di perkuliahan, dan melihat wanita-wanita di kampus pun begitu menggebu-gebu nafsu birahiku. Tapi aku hanya punya pikiran dan perasaan sama si Karina ini, mungkin banyak laki-laki lainnya berpikiran dan berperasaan begitu juga, tapi aku tidak PD, dan aku itu bisa dibilang pendiam dan rata-rata menurut teman-teman, aku ini punya wajah lumayan ganteng. Yaa.. itu sih menurut teman-temanku.

Waktu perkuliahan pun terus berjalan, dan setelah 3 bulan lebih aku mulai akrab dengan Karina ini dan mulai sering ngobrol (sebelumnya hanya kenal senyum saja, ataupun hanya menanyakan tugas mata kuliah). Dan ternyata Dia ini lagi cuti kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta hukum terkenal di Bandung, tapi aku lupa waktu itu dia semester berapa, yang aku ingat waktu itu aku berumur 19 tahun dan dia berumur 22 tahun. Dan ternyata dia sudah punya pacar. Waduh hatiku lemas, walaupun sudah jarang ketemu tetapi statusnya masih resmi pacaran.

Saat kami berdua ngobrol, dia suka curhat tetapi aku suka mencuri pandangan ke arah buah dadanya yang indah menawan itu. Waduh pokoknya bulat tegap dan sedikit runcing, begitu juga kulitnya tidak satupun bekas goresan luka, hanya putih mulus dan pantatnya bulat menantang. Kalau dilihat dari belakang, waduh.. membuat kemaluan aku berdiri tegap dan ingin kuremas-remas dan ditancap dari belakang. Bayangkan kalau berjalan dia berlenggang-lenggok. Dia memiliki rambut yang indah, hitam dan panjang, berhidung mancung, berbibir tipis, alis dan bulu mata yang lentik (tapi seperti wanita bule).

Dan memang wanita ini anak seorang yang kaya raya. Dan kami pun menjadi dekat dan akrab, tapi tidak tahu dia itu sukanya bareng dan jalan sama aku saja. Padahal kan banyak teman wanita di kampus itu ataupun laki-laki yang lain. Yaa.. tapi aku pun sangat senang sekali bisa jalan bareng sama Karina, Dia pun sering mengajak aku main ke rumahnya. Namun itu tidak pernah terjadi, mungkin aku tidak biasa main ke rumah wanita. Dan akhirnya dia ingin main ke rumah aku, waduh aku juga bingung karena aku juga belum pernah kedatangan teman wanita apalagi seperti dia, tapi dia terus memaksa aku.

Suatu hari di kampus, mata kuliah satu sudah selesai dan harus masuk lagi untuk mata kuliah yang kedua, tapi waktunya sore hari, dan ketika sudah selesai mata kuliah satu, kami pun merasa BT kalau di kampus saja, dan Karina memaksa aku untuk main ke rumah aku, katanya ingin tahu tempat tinggal aku dan sekaligus ingin curhat. Ya untungnya rumah aku itu hanya ada saudara aku (karena aku tidak tinggal bersama orang tua) dan rumah itu milik nenek aku. Oleh karena itu kehidupan aku bebas dan saling cuek sama anggota keluarga lainnya di rumah itu. Tidak ada saling curiga atau hal apapun, yang penting tidak saling merugikan satu sama lain.

Kami pun berdua pergi ke rumah aku. Siang bolong, ketika sudah sampai di rumah, Karina aku persilakan masuk ke kamar aku dan ternyata aku tidak grogi atas kedatangan wanita cantik ini. Dan ketika baru mengobrol sebentar lalu dia bicara, Ted panas yaah hawa di Bandung sekarang ini.

“Iya nih!” sambil kubawakan minuman dingin yang sangat sejuk sekali.

“Ted.. boleh nggak aku buka baju, kamu jangan malu Ted, aku masih pake pakaian dalam kok, habis panass siihh..”

Waduh memang aku merasa malu waktu itu dan sedikit deg-degan jantungku.

“Aduuh gimana kamu ini, emang kamu nggak malu sama aku?” bantahku.

Tapi kan dia sudah ngomong kalau dia masih memakai pakaian dalam. Kemudian aku keluar kamar sebentar untuk mengambil makanan ringan di lemari es, dan ketika aku memasuki kamar lagi, ya ampun.. pakaian dalam sih pakaian dalam tapi kalau ternyata kalau itu BH yang super tipis dan kelihatan puting susunya. Waduh, aku sangat grogi waktu itu dan aku pun sering memalingkan wajah, tapi tidak dapat dipungkiri, kemaluan aku pun berereksi dan aliran darah aku pun mengalir tidak karuan, apalagi hawa sedang panas-panasnya.

“Ayo sekarang kamu mau curhat lagi?” kataku.

“Nggak sih Ted, aku udah minta putus sama dia (pacarnya-red) dan dia setuju untuk resmi putus. Ya udah.. abis gimana lagi,” katanya.

Dalam hatiku, asyik dia sudah putus, dan aku pun berpura-pura bersedih, karena memang kasihan melihat wajahnya sedikit pucat dan sedikit menangis. Dia memelukku sambil sedikit bicara kepadaku, tapi itu lho kemaluanku tidak bisa diam dan semakin panas saja suhu tubuhku. Ketika kuelus rambut dan punggungnya, eh dia menciumku dan kubalas ciumannya dan dia membalas lagi, semakin lama kami berciuman dan dia memasukkan lidahnya ke mulutku. Waduh, ini benar-benar mengasyikan dan terus terang ini adalah pertama kali bagiku. Dan dia pun mengeluarkan suara desahan yang sangat lembut dan sensual, dan dituntunnya tanganku ke buah dadanya, langsung saja kuremas-remas dan BH-nya pun kubuka. Wow, buah dada yang sangat indah, putih, bulat berisi dan mancung serta puting yang bagus, sedikit warna merah di seputar putingnya dan berwarna coklat di puncaknya, sekali-kali kupelentir putingnya dan dia pun mendesah kuat, Ssstthh ha.. hah.. aahh.. okhs Ted, bagus Ted, eenakk, suaranya yang kecil dan merdu. Dia membuka bajuku dan aku kini dibuatnya telanjang, tapi aku hanya pasrah saja, tidak ada rasa malu lagi.

“Apa kamu sering melakukan ini sama pacar kamu?” tanyaku.

“Iya Ted, tapi nggak sering.. aaksshh.”. kata dia sambil mendesah, tanganku diarahkannya ke liang kemaluannya, dan langsung kuelus-elus sambil lidahku menjilat putingnya yang indah itu. Sedikit-sedikit kuselingi dengan gigitan ringan tepat di puncaknya, dan dia menggeliat keenakan. Dan kemaluannya pun basah. Kubuka celananya dan celana dalamnya secara perlahan.

Oh iya, kami melakukannya di sofa kamarku tepat di depan TV dan stereo-set. Dan kami lagi sedang mendengarkan lagu-lagu rock barat tahun 70-an, ketika kubuka CD-nya, yes.. dia memiliki kemaluan yang bagus, bulu sedikit, dan memang dia masih perawan, dengan pacarnya juga hanya melakukan oral sex. Tetapi aku belum berani untuk menjilat kemaluannya, aku hanya mengesekkan tangan aku ke bibir kemaluannya. Eh ternyata dia turun dari sofa dan menghisap batang kemaluanku,

“Aaakshh.. hsstt oks!” dia menjilati biji pelerku dan dia mengisap kemaluanku lagi sambil dipegang dan dikocoknya.

“Waduuhh.. enak sekalii akkhhss..” aliran-aliran darahku mengalir dengan serentak dan ingin kumasukkan kemaluanku ke liang kemaluannya, tapi apa dia mau? Beberapa menit kemudian..

“Ted, kamu punya kemaluan gede enggak, kecil enggak, panjang enggak and pendek enggak, tapi bener Ted, aku sangat suka kamu punya kemaluan,” katanya sambil berdiri dan lubang kemaluannya dihadapkannya ke wajahku aku semakin tidak kuat saja.

Langsung saja kujilat liang kemaluannya. Wah agak bau juga nih, tapi bau yang enak. Semakin lama semakin asyik dan sangat enak, dan dia pun merintih-rintih kecil, U

“wuuhh oo.. sstt akhs.. akhs.. akhs.. oohh aahh.. sstth”, sambil tubuhnya agak bergerak nggak karuan, mungkin jilatanku belum pintar tapi kulihat dia sedang keasyikan menikmati jilatanku. Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin batang kemaluanku dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih ragu. Tapi aku memberanikan untuk bicara.

“Karin, kamu masih perawan nggak?”

“Iya.. aksshh.. sstt.. sstt aakhs”, katanya. Ternyata dugaanku benar.

“Tapi sama pacar kamu itu?”

“Iya tapi kalau aku sama dia hanya oral aja,” kata Karina.

“Tapi Ted, gimana kalau kita ini sekarang..” dia tidak melanjutkan pembicaraannya.

“Okh.. ookh.. okh.. sstt..” dia mencoba untuk memasukan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya dengan bantuan tangannya. Dengan begitu, aku pun berusaha untuk memasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya, dan secara perlahan kugesekkan batang kemaluanku ke liang kemaluannya dan sedikit demi sedikit kumasukkan kemaluanku, tapi ini hanya sampai kepala aja, dan..

“Ooohh aakksshh.. ahh.. ah.. aahh.. oohh.. sset”, dia merintih- rintih. Aku terus menggenjot dia.

“Ted, ternyata pedih juga, aahh” katanya.

“Tapi teruskan saja Ted…”

Kulihat wajahnya memang mengkhawatirkan juga, tapi yang kurasakan adalah kenikmatan, meskipun itu masih tersendat-sendat dan sedikit kehangatan,

“Ookkhhss.. sstt, aduh nikmatnya,” kataku. Dan memang ada sedikit darah di batang kemaluanku dan yes.. semua batang kemaluanku masuk, dan benar-benar nikmat tiada tara, dan hilanglah perawannya dan perjakaku.

“Ssstt.. sstt..” desahannya yang merdu dan menggairahkan apalagi didukung oleh kecantikannya dan mulus kulitnya. Dan kami masih melakukan gaya konvensional dan terus kugenjot naik turun, naik turun dan tumben, aku masih kuat dan menahan kenikmatan ini, karena kalau aku sedang onKarina, tidak selama ini. Di lantai itu kami melakukannya serasa di surga.

“Assh.. asshh.. aakss.. oohh.. aksh.. sstt”, dia menjerit-jerit tapi biarlah kedengaran oleh saudaraku, yang lagi nonton TV di ruang keluarga. Karena pasti suara jeritan Karina ini kedengaran.

“Terus Ted, aduhh Ted kok enak sih.. aakss ssttss..” katanya sambil merem melek matanya dan bibirnya yang aduhai melongo ke langit dan langsung kujilat lidahnya. Duuhh aahss sstt duh An, aku mau keluar nih! kataku. Uuhhss sstt jangan dulu dong Ted.. bentar lagi aja, katanya. Tapi memang aku waktu itu sudah nggak kuat,

“ ehh ternyata.. Sss oohh akkhhss.. oohh, duh Ted boleh deh sekarang, kamu dikeluarinnya di sini aja,” sambil ditunjukanya ke arah payudaranya. Dan..

“Creett.. cret.. cret.. crret” dan air maniku yang banyak itu menyemprot ke payudaranya dan sekitar lehernya. Selesailah main-main sama Karina, dan waktu pun menunjukan arah jam 5 lebih dan memang kami sudah telat untuk pergi lagi ke kampus memasuki pelajaran Mata Kuliah kedua.


Kami berdua terkulai dan ketiduran di lantai itu dalam keadaan masih telanjang, dan lagu di stereo tape-ku pun sudah lama habis. Bangun-bangun sudah hampir jam 19.00, kami pun bergegas berpakaian dan aku pergi ke kamar mandi untuk mandi, sesudah aku selesai mandi dia juga mandi, dan akhirnya kami pergi jalan-jalan sekalian mencari makan. Kami pergi ke daerah Merdeka dan makan. Sesudah itu kami nonton di Bioskop. Di Bandung Indah Plaza (BIP), lupa lagi waktu itu kami nonton apa. Sesudah selesai nonton Karina tidak mau pulang dia ingin menginap di rumah aku. Waduh celaka juga nih anak, ketagihan atau dia lagi ada masalah dengan keluarga di rumahnya. Setelah kami berbincang-bincang, ternyata dia tinggal tidak bersama orang tuanya, sama seperti aku. Dia tinggal bersama bibinya, dan memang tidak ada perhatian bibinya kepada Karina. Dan kami berdua pulang ke rumah aku dengan membawa makanan ringan, minuman (beer dan Fanta). Sesampainya di rumahku, kami berdua mengobrol lagi sambil menonton TV, dan kusuruh dia tidur duluan, kamipun tidur sambil berpelukan terbuai terbawa oleh mimpi indah kami berdua.

sejak saat itulah kami resmi berpacaran, dengan begitu makin sering juga kami melakukan perbuatan nikmat seperti yang telah kami lakukan sebelumnya.


terima kasih sudah membaca cerita - cerita yang sudah kami sajikan.
ikuti kami melalui fanspage facebook kami, untuk mengetahui up-date yang selanjutnya.

Thursday, June 30, 2016

Ayu, Murid Bidadariku

12:22:00 AM

Ayu, Murid Bidadariku

Perkenalkan, namaku iky, umurku baru 24 tahun dan belum menikah. Meski begitu, aku sudah bekerja, aku seorang guru yang sering melayani konsultasi para siswa di salah satu sekolah SMA swasta di kota kembang. Aku bekerja sudah dua tahun, dan karena masih muda dan wajah serta perawakanku cukup lumayan, aku disukai para siswi. Sering, para siswi sengaja cari-cari perhatian padaku. Kadang, mereka cari-cari alasan untuk konsul denganku, meski itu tak begitu penting. Tapi meski begitu aku melayaninya. Etika profesionalku, membuatku tak bisa menolak permintaan siswa.

Ruanganku ada di pojokan dibawah tangga dekat WC. Saat mata pelajaran berlangsung, jika tak ada siswa konsultasi, ruanganku begitu sepi. Sempat kesal juga kenapa aku ditempatkan di ruangan yang begini sepi, tapi untungnya dengan ini aku bebas melakukan apa saja. Ruanganku ini, bukan yang biasa dilalui para siswa maupun guru. Kecuali ada yang terpaksa ke WC dekat ruanganku yang gelap dan agak rusak, tapi masih bisa digunakan. Jika sedang diruangan, kadang aku bisa nonton bokep dengan suara sedikit keras tanpa takut ketahuan. Sesekali bahkan aku suka coli diruangan itu dengan bebas mendesah. Diruanganku memang selalu ada tisu, sengaja disediakan jika para siswa yang curhat menangis.

Tahun-tahun berlalu, aku melayani konsultasi siswa dengan biasa saja. Bosan, terutama tak ada satu siswi yang cantik dan menghibur masuk ruangan. Sehingga, saat sepi, aku coli dengan membayangkan guru Biologi seumuranku yang aku sukai, tapi sudah bersuami. Aku membayangkan bisa bersetubuh dengannya setiap hari. Guru ini sungguh menggoda, dan membuat fantasiku begitu liar. Kadang aku memperhatikan tubuh dan susunya yang menyembul. Ahhh... andai aku bisa menembus memeknya. Menyemburkan maniku di mulut rahimnya. Tapi tak mungkin sepertinya.

Tibalah aku mendapat siswa baru di tahun ajaran ini. Semua biasa-biasa saja, tak ada yang menarik kulihat. Namun, setelah beberapa bulan, aku melihat salah satu siswi berjilbab dan berkacamata, menarik perhatianku. Dialah Ayu, siswi cantik, putih, berkacamata, berjilbab, mukanya mungil seperti anak gadis kecil namun tingginya sepantaran denganku. Dulu aku tak menyadarinya, namun sekarang aku dibuatnya jatuh hati. Meski susunya tidak terlalu menonjol, bahkan agak keliatan rata, tapi mulut mungil dan wajah manisnya membuatku jatuh hati. Ahhh... namun begitu aku sadar siapa aku, aku mengurungkan niatku memacarinya. Namun, aku sering buka akun Instagramnya, melihat foto-foto manisnya, dan kadang aku tak tahan untuk coli melihat fotonya.

*ilustrasi Ayu*

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Suatu hari ketika aku membereskan beberapa dokumen di ruanganku, pintu ruanganku di ketok.. 

“tok..tok..tok... Assalamualaikum...” 

“Buka aja, silahkan masuk..” teriakku.

“Bapak, lagi sibuk?” kata siswi itu. Aku terkejut bukan main, ternyata yang kali ini ke ruanganku adalah Ayu! Aku hanya melongo melihat Ayu di muka pintu. Aku lihat wajahnya yang begitu putih dan manis dihiasi kacamata berbingkai hitam tebal. Jilbabnya yang juga putih menambah kecantikannya. Seragam dan rok SMA nya, membuatku sangat bergairah. Gembiranya bukan main aku didatangi malaikat ini. 

“Bapak?? Hey?? Kok ngelamun??” kata Ayu mengagetkanku.

“ehh.. ehmm,,Ayu.. ada apa yu? Eh,, ini bapak lg nyari sesuatu,,lupa naruhnya,,” kataku sekenanya, gelagapan karena bingung alasan apa yang aku pakai untuk menutupi kekagumanku pada pesonanya. “Silahkan masuk, duduk Yu.. sini..” ujarku kepada Ayu, diikutinya duduk didepan mejaku. Setelah kami duduk berhadapan terhalang meja, aku tanyakan maksud kedatangannya. “Mmh.. ada apa Ayu, bisa bapak bantu Ayu?” kataku dengan senyum seramah mungkin, dalam hatiku: “sini sayang aku entot memeknya..hhihi” .

“hehe.. sebelumnya makasih pak, Ayu pengen konsultasi nih pak..bapak ada waktu kan buat Ayu?” katanya.

“Oh tentu Yu, Ayu boleh cerita apa aja, mudah-mudahan bisa bantu.. tapi, ga usah panggil bapak ah.. panggil kakak aja Yu, kita kan masih seumuran..hehhee..” candaku, memecah kekakuan dan ini adalah teknik attending dalam konseling untuk ice breaking.

“iiihhhh,,,apaan, Ayu mah ga seumuran.. dasar ih,haha...tapi iya deh kaka..,,hehe.. kaka, aku teh pengen cerita..hmm,,,” Ayu membuka pembicaraan, memintaku untuk mendengarkan curhatannya tentang keluarganya yang broken. Ayu merasa begitu tidak tenang dengan kondisi rumahnya yang berantakan. “Ayu, ngerasa pengen bunuh diri aja, ka..udah ga nyaman banget di rumah tuh.. hiks..hiks..” air mata Ayu mulai bercucuran, aku lalu mengambilkan tisu mengusapkan ke matanya. Ia mengambil tisu, dan meneruskan bercerita tentang masalah yang dihadapinya. Sekarang, di rumah Ayu, ia hanya sendirian karena anak tunggal, orang tua sering sama-sama menghindar untuk bertemu dan memilih tak ada dirumah.

“Ibu Ayu nganggepnya ayah ada di rumah, Ayah Ayu juga sama, ngiranya Ibu ada dirumah, padahal keduanya tuh ga ada kak.. aku sendirian... huuu..hiks..hikss...” kali itu Ayu seperti menumpahkan kekesalan dan kesedihannya padaku. Aku memegang tangannya yang halus, memberikan nasihat secukupnya, menenangkan dan menguatkan hatinya. Kadang aku mengusap pundak dan kepalanya, dan sedikit mencandainya. Ayu tersenyum kembali, meski ia teruskan cerita sedihnya. Aku hanya berempati, dan pada waktu seperti ini, aku tahu.. Ayu hanya butuh didengar, bukan diberi masukkan. Karena itu aku menjadi pendengar setianya.

Sampai akhirnya, cerita Ayu berakhir dengan beberapa masukan solusi sederhana yang aku berikan. Ayu berterimakasih padaku, dan seperti senang telah meluapkan segala emosinya. “Makasih ya kak.. mudah-mudahan kaka ga bosen denger curhatan aku..” ujarnya sambil tersenyum. Kami saling memandang, saling tersenyum... ohh.. betapa cantiknya bidadari ini.. Aku sengaja memegang tangannya yang halus.. Kami masih saling memandang, “Kamu yang sabar aja ya Ayu... semua pasti bisa kamu lalui dengan baik..” kataku sambil tersenyum yang dibalasnya dengan senyuman yang tak kalah manis. Ah, saat itu aku dan Ayu seperti kekasih yang saling mencintai.

“Kalau nggak ada yang mau disampein, Ayu mending kembali ke kelas yah..” kataku.

“Oiya, Ayu boleh minta nomer hape kaka? Biar Ayu bisa cerita kapan aja,,” kami bertukar nomer handphone.

“Ya udah, sekarang Ayu kembali ke kelas ya..” kataku karena tak ada lagi yang ia mau sampaikan. 

“Iya udah..” Ayu menjawab lemah, dan menunduk seolah kecewa.

Aku mengantarkannya menuju pintu keluar. Saat Ayu, hendak memegang daun pintu, Ayu malah berbalik, dan tiba-tiba memelukku! WOW! Bukan main aku kaget bercampur senang, tenang dan juga horny! “Makasih ya kak... tp aku belum mau masuk kelasss..” katanya didadaku, pelukannya malah semakin erat. Aku yang kaget sekaligus senang, mulai perlahan membalas pelukannya. Sialnya, kontolku malah berdiri dan aku yakin dirasakan pergerakannya oleh perut Ayu yang menempel erat denganku. Aku pura-pura mengelus kepala dan punggungnya. Mmmhhh...begitu hangat dan nyaman. 

Saat, aku mengelus kepalanya yang tertutup jilbab, Ayu mengangkat kepalanya dan melihat ke wajahku. Entah setan apa yang menghinggapiku, aku malah mendekatkan bibirku ke bibir mungilnya. Perlahan, aku mendaratkan bibirku di bibir mungilnya. “Mmmmmhhhhh....” mata Ayu terpejam, namun bibirnya tak bergerak sedikitpun, dan akupun tak memagut bibirnya, hanya mencium bibirnya. Cukup lama bibir kami beradu, tanpa ada jilatan atau pagutan. Mata kami berdua terpejam menikmati gelombang cinta dan nafsu yang kian beradu. Nafas kami saling bersautan, sedikit lebih cepat.

Lalu aku tersadar, dan melepaskan bibir dan pelukanku. Ayu hanya melihatku dengan muka sayu, mata dibalik kacamatanya setengah terbuka, sayu dan malah itu membuatku semakin nafsu. Lalu Ayu mendekatiku, “Ka...mmhh” Ayu memelukku lagi, dan mendekatkan bibirnya dan matanya langsung terpejam. Karena nafsuku yang begitu tinggi, aku kembali mencium bibirnya dan kali ini aku memagutnya mengemut bibir atasnya, dan perlahan memasukkan lidahku ke mulutnya.

Bukan main kagetnya, ternyata Ayu yang cantik ini membalas, ia mengikuti pagutanku, mengemut bibirku, mengemut lidahku sesekali memasukkan lidahnya ke mulutku. “mmmhhh..Kaaa....mmmhhh....mmmuachhh mmmhhhh,,,kaa...mmmmhhh..” desahnya saat aku cium. Kontolku yang tegang di depan perut diatas ujung memeknya, tak sadar aku gesek-gesekkan.


“Mhhh...yu,,, mmmuachh.. mmmhh.. mmmuachhh mmhh...” aku menciumnya lebih ganas memeluknya erat, dan menyandarkan tubuh Ayu ditembok pinggir pintu. Aku semakin kuat menekan pantatku agar kontolku menempel memeknya. Lalu aku raih kunci pintu sambil tak lepas mencium Ayu, aku kunci pintu ruanganku.

Saat terdengar pintu aku kunci, Ayu menghentikan ciumannya, melihat ke pintu dengan kaget. Dia kira ada yang masuk, tapi ia lalu memandangku kembali, tersenyum padaku karena tau aku yang mengunci pintu. Kini kedua tangannya melingkari leherku, dan kembali menciumku. Tanganku yang memeluknya, turun ke pantatnya, menekan pantanya agak memeknya lebih erat menekan kontolku. “aahh.. mmmuaachhhh...Yu..aahhh...mmmhhh” saat aku menggesek kontolku yang sudah tegang ke memeknya yang terhalang celana kami.

Setelah lama kami berciuman, Ayu menghentikan ciumannya. Ia melihat wajahku yang sedang menggesekan kontol tepat depan memeknya. Aku emang sedikit berjongkok agar posisi kontolku pas di depan memeknya. Ayu melihat wajahku, tersenyum, dan kedipan matanya melambat. Saat terpejam matanya merapat menikmati gesekan kontolku. “Aach, Yu.. gapapa kan? Shhh ahh..” tanyaku saat menggesek memeknya. Ayu hanya tersenyum manis, dan mulai matanya terpejam kembali menikmati gesekanku.

Aku semakin bersemangat menggesek dan menekan kontolku di memeknya. Ayu hanya mengusap wajahku, dan mulutnya mulai terbuka sedikit. Lama-lama, suara Ayu mulai keluar, “aah.. kaka.. aahh.. shhhh ah...ka...” Ayu mendesah pelan saat aku gesekkan kontolku di memeknya. 

“Ahh Ayu..kaka sayang kamu,,, mmmhhh ahhh..shhh ahhh..” aku terus menggesek memeknya dengan cepat. Kontolku terasa sakit karena masih terhalang celana, namun menggesek memeknya dengan cepat. Lalu, aku menghentikan gesekanku. Ayu, yang merem melek dan mendesah lalu melihat kearah kontolku dan memandangku sayu. Ayu melihatku heran karena aku menghentikan gesekanku.

“Kenapa ka?” tanya Ayu melihatku.

“Sakit Yu, kaka boleh buka celana kaka yah?” sambil aku membuka sabuk celanaku, membuka resleting, dan menurunkan celanaku dan celana dalamku sekalian ampe lutut. Kontan kontolku mengacung dengan kepalanya yang membesar dan menjadi pink karena sudah terangsang.

Ayu kaget melihat kontolku, tapi ia malah memegangnya sebentar, “Oh titit teh kaya gini ka.. gede yah..mmhh...” sambil mengelus dan kembali melingkarkan tangannya di leherku seperti siap untuk aku gesek kembali. Mukanya masih melihat ke arah penisku yang mengacung. 

Aku mulai menepelkan penisku ke roknya, pas di memeknya. Namun, aku tak jadi menggesek, aku langsung mengangkat roknya dengan tangan kananku, lalu langsung menyelipkan tanganku ke celana dalamnya. Aku raba memeknya, aahh... begitu halus dan lembut! Jembutnya belum begitu banyak, belahannya rapat namun sudah basah, tanda iapun horny. “mmhh...kak.. shh enak kak.. elus lagi.. mmmhh...” desah Ayu saat aku meraba dan mengelus memeknya.

“Ayu udah basah ya? Mmhhh.. cangcutnya turunin ya Yu, bisi kotor..” kataku tanpa menunggu persetujuannya memelorotka celana dalamnya hingga lutut. 

“Ahh..iya kak.. kaka mau apain Ayu? Mau kaya tadi lagi?” katanya memandangku sayu saat aku pelorotkan celana dalamya.

“Iya Yu, kaka pengen gesek tapi langsung ke memek Ayu, boleh kan?” ujarku sambil mengorek memek Ayu.

“Ahh.. kaka... shh iya kak.. aww..pelan ngorekinnya..” kata Ayu meringis saat aku mengorek bibir memeknya mencari lendir agak bisa kupakai melumasi kontolku.

“Kaka minta lendir Ayu yah, biar ga seret geseknya..” aku korek-korek belahan memeknya, mencari lendir yang keluar di memek Ayu. 

“Ahh..iya kak.. cepet kaya tadi lagi kak...”desah Ayu tak sabar.

*ilustrasi memek Ayu*

Sedikit lendir yang kudapat dari memeknya aku elus ke kontolku. Aku angkat kembali roknya sampai kelihatan memeknya yang ternyata putih dengan bulu halus yang tak banyak. Belahannya pink, basah karena ku gesek dan ku korek. Lalu aku mendekatkan kontolku ke memek Ayu. Aku tempatkan kontolku di belahan memeknya, aaahhhhh betapa hangat dan nikmatnya memek Ayu. “aahhh...kaka..shhh aku gemeteran..enak kak..mmhhh” kata Ayu saat aku tempelkan kontol di memeknya.

“hehe.. enak kan Yu, hmmmhh aaahhhhhhh...sshhhh aaahhhhh..hehehe.. ahhhhmmhh..” aku perlahan menggesekkan kontolku di memek lembut Ayu, sambil memandang mukanya yang keenakkan. Ayu tersenyum padaku disela merem meleknya. Akupun senyum puas bisa menempelkan kontolku di memeknya. 

“ahhh...kaka.. shhh Ayu sayang kaka.. shhhh ahhh...enakkhhh ka,,terus..” Ayu mulai mendesah pelan saat kugesek belahan memeknya. Kepala kontolku menekan itilnya yang sedikit agak keras. “ahh kaka.. sshh..agak teken lagi..shhh ahhh...” ceracau Ayu saat menikmati gesekan kontolku.

“Ahhh Ayu, enak memek kamu sayang.. aahhh shhh,,kaka pengen entot kamu yu..shhh ahh...” desahku sambil ku gesekkan kontolku dan ku mulai remas susunya yang tak begitu besar.

“Ahh... kaka...sayang..shhh ahhhh.. ahhhhhh ahhh...oohh cepet kak..” 

“Iyah sayang shhh ahhh... oohhh oohhh sayangg aahhh Ayyuuuuhhh ahhhhhhh....”aku semakin mempercepat gesekkanku di memek Ayu. Ayu memeluk dan lalu menciumku ganas.

“Muuuacchh mmmhh..mmmhhh..kaka. memek Ayu diapainn ahhhh,,shhh ahhhh enak kaka,,,sshhhmmmmmuahhh....” Ayu menjambak rambutku dan ikut menekan kontolku dengan memeknya yang lalu ia goyangkan.


Aku sontak terkaget dengan goyangan Ayu. “ahhhh,,,diem sayang, jangan di goyangin, bisi masuk ke memek,,,aahhh shhh ahhh...”Aku tahan pantatnya, aku tempatkan jariku di belahan pantatnya yang dekat ke memek.

“Ahh iya ka..maafhhh ahhhh enakk kaaa... aahhh Ayu mau pipiss ahhh lemessshh ahhhhh kakaa..” Ayu mendongakkan kepalanya dan lalu mencium leherku.

“ahhh bentar sayang,, ahh kaka bentar lagi ngecrot.. aahhh ahhh ahhh sayang ahhh...” aku mempercepat gesekkanku di memek Ayu. Aku lebih menekankankan kontolku di belahan memeknya, dan merasa pertahananku akan jebol.

“Ahh... kaka...pipis..ahhh kaka Ayu mau pipiss... ahhhh.. ahh ahh ahhhhhhhhh....” dan lalu tubuh Ayu menggelinjang, melenting kebelakang,dan ada cairan menetes ke lantai. “ahhh kakaaaaa...enaaaaakkkkkhhhhhh aahhhhhh...Ayu lemes kaaa...Ayu Pipiss...ahhhhhhh...” ceracau Ayu ditengah orgasmenya yang pertama.

“Ahhh...Ayu sayang ahhh... kaka keluar... kaka juga mau keluar,,, ahhhh Ayuuuuu aaaahhhhhh ssshhh aaaaaarrrrgggggggghhhh,,,,” dan crooot...crooott...crooot.... berkali-kali aku menyemprotkan air maniku yang lalu hinggap di bibir memeknya, di tembok dan kebanyakan di celana dalam Ayu yang tersangkut di lutut. 


“Ahhh.. kaka keluar yu.. hhee.. Mmmuuuaccchhh...”

“hhe.. Lemes banget kak, kaya gini.. Ayu baru pertama ngerasain..mmmuahh..mmmhh” Ayu lalu memelukku lagi dan mencium pipiku dan lalu bibirku.

“Mmuach... Ayu ga marah kan kaka gini ama Ayu?” tanyaku memastikan.

“Hehe... nggak kok.. enak.. hehe :P” 

“hhi.. makasih sayang... kaka beneran sayang sama Ayu,,,mmuah” aku mencium keningnya yang terhalang kerudung.

“Ayu juga ka.. mmhh.. bentar ka.. Ayu pake celana dulu..” Ayu berjongkok, menaikkan celana dalamnya, dan akupun juga menaikan celanaku dan merapihkannya.

“iiihhh.. cangcut Ayu basah banget.. pas di memeknya pisan lagii...ahh jadi ga enakeun..” Ayu bersungut-sungut merasakan celananya basah karena tumpahan spermaku.

“Mani kaka itu teh, ya udah Ayu buka aja celananya..gausah pake celana dalem..” kataku bercanda.

“Ih malu atuh.. eh tapi da pake rok yah.. ya udah ath... tapi Ayu titip di kaka atuh yah, da masa bawa-bawa CD..he..” Ayu menanggapi serius saranku, dan lalu ia membuka celana dalamnya lalu ia pakai mengelap memeknya dan tumpahan maniku di pahanya. Ayu lalu memberikan celananya kepadaku.

“Makasih ya sayang.. mmmuah..” aku cium bibirnya lagi, Ayu membalasnya. 

“Sama-sama ka..” Ayu kembali melemparkan senyum padaku.

“Yu, boleh kaka cium memek Ayu gak?”

“hehe.. ngapain ih.. iya udah sok aja ka..” Ayu mengangkat roknya memperlihatkan memeknya yang merah merekah dengan jembut yang jarang.

Aku berjongkok, memperhatikan memeknya yang putih bersih dengan itil yang masih menonjol. Belahannya pink, merekah.. tak menunggu lama aku cium bibir memeknya, aku emut itilnya dan menjilat belahan memeknya yang legit. Memeknya sedikit bau asem, dan khas bau memek ABG remaja. Aku cium terus memek Ayu, bidadari cantikku.



“Hhi.. aahh,, udah kaka.. suka banget sama memek Ayu teh..hee..aah..” ujar Ayu sambil mengelus kepalaku yang sedang menciumi memeknya.

Aku lalu sudahi mencium memeknya, takut ketahuan berlama-lama disini. “Ya udah, balik ke kelas ya.. ntar kaka boleh lagi kan gesek memek Ayu? Hehe :P” kataku.

“hehe iya kak.. huum, boleh kak.. Ayu suka..” Ayu merapikan rok panjangnya, dan kerudungnya yang sedikit kacau karena perbuatanku. Lalu Ayu pun membuka kunci pintu, dan lalu keluar “Makasih kaka sayang..daahh..” Ayu melambaikan tangan kepadaku dan berlalu menuju kelasnya.

Aku kembali masuk keruanganku, terduduk dan membayangkan apa yang aku lakukan tadi kepada Ayu yang cantik itu. Ahh, serasa mimpi aku bisa menggesek memeknya yang indah. Celana dalamnya yang masih kupegang, aku ciumi dan ku hirup aroma memeknya. Lalu masukkan ke celana dalamku dan ku tempel ke kontolku, ahhh nyaman kontolku di balut celana dalam Ayu.

Tinut..tinutt,,tinutt.. handphoneku berbunyi tanda ada SMS. Segera ku buka, dan itu dari Ayu!. “Kak.. pulangnya anterin yah.. :* sayang kaka..” begitu isi SMS nya. Aku senyum sumringah! Langsung ku balas, “Siap tuan putri.. :* sayang Ayu..” message sent.


terima kasih sudah membaca cerita - cerita yang sudah kami sajikan.
ikuti kami melalui fanspage facebook kami, untuk mengetahui up-date yang selanjutnya.

[ACYS Series][Anal] Cherry: My Best Friend

12:11:00 AM

[ACYS Series][Anal] Cherry: My Best Friend

“...Dan... Untuk penampilan terakhir… Juara bertahan 3 kali High School Modern Dance Competition… Everybody please welcome... Tim tuan rumah... THE FOXES!!”

Aula meledak dalam tepuk tangan. Teriakan bersemangat dan suitan riuh rendah. Lampu perlahan padam, tepuk tangan mereda. Hening, menanti.

Enam sosok berselubung jubah hitam bergerak perlahan memasuki panggung. Tepuk tangan dan seruan penonton mulai terdengar kembali. Alunan musik perlahan memenuhi ruangan. Keenam sosok tadi meliuk-liuk di atas panggung, sangat perlahan, seksi.

Tiba-tiba bunyi sirine terdengar kencang, dentuman drum menyusul setelahnya. Lima sosok di atas panggung menanggalkan jubahnya, berubah rupa menjadi lima cewek seksi dengan tank top putih dan hot pants sangat pendek. Penonton kembali meledak dalam tepuk tangan dan sorakan.

Kelima cewek itu menari, meliuk, menggeletar mengikuti hentakan musik. Lampu di atas panggung pun menari, menyinari panggung dengan berbagai macam cahaya yang berbeda. Seluruh aula menyaksikan dengan takjub. Memang kualitas tim modern dance SMU kami diatas tim-tim yang lain. Sudah 3 tahun berturut-turut The Foxes memenangi kejuaraan modern dance antar SMU se-Jakarta ini.

Aku menoleh ke sekelilingku. Ya, sudah kuduga. Sorot mata mereka menangkap kejanggalan dari penampilan The Foxes kali ini; dari enam dancer yang ada di atas panggung, lima orang sudah menari dengan sangat bersemangat, sementara 1 dancer lagi masih tetap berdiri membeku di bagian tengah panggung tanpa melepas jubah hitamnya.

Seolah menjawab rasa heran yang ada di hati penonton; musik tiba-tiba berhenti, diiringi kelima dancer yang menjatuhkan diri ke lantai panggung. Hening sesaat. Lagu “Bounce” dari Timbaland (soundtrack film Step Up 2: The Streets) tiba-tiba terdengar. Saat dentuman drum pertama terdengar, dancer keenam melempar jubahnya ke arah penonton. Cewek langsing berambut panjang hitam berkilau, dengan kulit sawo matang yang eksotis, mengenakan tank top hitam dan celana panjang baggy cargo hijau army itu mulai menari, menggerakkan tangan di atas satu-per-satu tubuh kelima temannya, dan “mengangkat” mereka seolah mereka hanyalah boneka kayu yang digerakkan dengan benang. Penonton meledak dalam sorakan dan tepuk tangan.

Aku nyengir, menggelengkan kepala. Itulah Cherry, kapten tim modern dance sekolahku dan sahabatku sejak kecil. Keluarga kami sudah berteman sejak dulu; nenekku dan neneknya berteman saat masih di Yogyakarta dulu, ayahku dan ibunya adalah teman SMU, dan kami bersahabat sejak... Well, sejauh yang kami bisa ingat, kami sudah bersahabat. Rumah kami pun bersebelahan, jadi memang kami sangat dekat. Cherry ini cewek yang tomboy. Saat masih kecil dulu ia sering dikira cowok oleh banyak orang karena potongan rambutnya sangat pendek dan ia selalu bermain dengan cowok; entah kenapa tiba-tiba setelah masuk SMP ia mulai memanjangkan rambut dan terlihat lebih feminin.

Cherry terus menari, meliuk, popping. Ia dan kelima dancer yang lain bergerak dengan sangat harmonis sekarang, seolah menguarkan aura dari tubuh mereka. Tubuh-tubuh langsing mereka yang berkeringat berkilau tertimpa cahaya lampu. Cherry benar-benar menjadi pusat dari penampilan kali ini. Saat lagu mencapai bagian tengahnya, tiba-tiba kelima dancer yang lain membuat formasi menutupi Cherry dari pandangan, dan saat mereka bergerak membuka ternyata Cherry telah melepas celana hijaunya, menampakkan hot pants putih yang sangat seksi.

Para penonton, terutama yang cowok, bersorak dengan semangat. Aku tahu apa yang mereka perhatikan; pantat Cherry. Saat masih mengenakan celana panjang baggy cargo yang longgar saja semua orang sudah dapat melihat dengan jelas bentuk pantatnya yang sangat bulat dan montok, apalagi sekarang. Seolah mengerti keinginan penonton, Cherry bergerak maju ke arah depan panggung, membelakangi penonton dan menggetar, menggoyangkan pantatnya yang sangat seksi. Penonton menjerit tak karuan.

Aku melirik ke sebelah kananku. Tidak jauh dari tempatku berdiri, Andrew, kapten tim basket SMU kami, sedang didorong dan disenggol oleh beberapa temannya sambil bercanda.

“Cewek lu tuh, Dru!” teriak salah seorang cowok.
“Gila seksi abis!”
“Iyalah... Cewek gue! Heh! Udah jangan melototin pantatnya terus!”

Salah seorang sahabat Andrew berusaha memelankan suaranya, tapi aku masih bisa mendengarnya berbicara.

“Udah pernah lu anal belon?” tanyanya. Andrew terlihat agak kecewa.
“Belon, bro... Dia ga mau gue anal... Susah lah...” jawab Andrew dengan suara pelan.
“Yah... Iya sih... Kebanyakan cewek pada ga mau dianal ya...”
“Iya... Sayang, padahal pantatnya kayak gitu...”

Aku tersenyum. Ga mau dianal? Kataku dalam hati. Siapa bilang!

* * *
“Oke, Dit! Kamu masuk, gantiin si Steven!”
“Ya, Pak!”

Aku bangkit dari tempat duduk pemain cadangan, mengencangkan tali sepatuku. Ini pertandingan pertamaku di tim sepak bola SMP. Setelah menunggu cukup lama di bangku cadangan dan bermain di tim B, akhirnya saatnya tiba untuk aku masuk dan menunjukkan kemampuanku di tim A.

Cherry, yang saat itu bertugas sebagai official pertandingan, mengangkat papan pergantian pemain. Nomor 7 keluar, nomor 20 masuk. Aku berdiri di sebelah Cherry, jantungku berdegup kencang. Pertandingan pertama, akhirnya!

Steven melangkah perlahan ke pinggir lapangan, diiringi tepuk tangan penonton. Ini hanya pertandingan persahabatan dengan SMP tetangga. Kami sudah unggul 3-1, dan pertandingan sudah hampir berakhir, sehingga pelatih melakukan penggantian pemain untuk mengulur waktu dengan memasukkanku yang masih kelas 1. Walaupun begitu, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini!

“Ciee... Pertandingan pertama...” bisik Cherry, masih mengangkat papan itu. Aku tersenyum.
“Jangan tegang ya, Dit! Gue tau lu jago...” katanya lagi.
“Sip... Doain ya...” kataku. Steven, kelas 3, menghampiriku, menepuk tanganku.
“Gud luck, man...” katanya. Aku mengangguk.

Tepat sebelum berlari memasukki lapangan, tanpa sepengetahuan semua orang lain, tangan kiriku iseng meremas pantat Cherry. Cherry berjengit kaget, berusaha menggapai lenganku untuk dicubitnya, tapi aku buru-buru lari sekencang-kencangnya ke posku sebagai gelandang kanan.

Aku menoleh ke arahnya di pinggir lapangan. Muka Cherry merona merah. Mulutnya membentuk cengiran antara kesal dan geli. Ia menjulurkan lidah padaku. Aku nyengir, membalas menjulurkan lidahku.

Sudah berapa lama ini kami sering bercanda seperti itu. Sejak tanpa sengaja aku menepuk pantatnya saat akhir kelas 6 SD yang lalu, aku selalu berusaha mencari kesempatan untuk merasakan keempukkan pantatnya. Entah kenapa, sensasi empuk dan padat pantat Cherry tak pernah bisa hilang dari pikiranku sejak hari itu. Cherry selalu jengkel dan berusaha menghindar dari tepukan atau remasan tanganku di pantatnya, tapi kalau aku berhasil, ia tak akan menolak.

Jeffrey mengoper bola pada Satria. Satria menerimanya, mengontrol bola sebentar dengan kaki kanannya, kemudian berlari kencang menerobos bagian tengah lapangan. Dua pemain bertahan lawan datang menghadang. Ia terpojok. Tapi saat itulah peluangku datang.

“Sat!” teriakku. Satria menoleh sekilas, kemudian menyodorkan umpan ke arahku. Bek lawan terkejut karena menyadari aku bebas dari penjagaan. Aku berlari sepanjang sayap kanan lapangan, dikejar oleh bek kiri dan bek tengah musuh. Saat mereka hampir menyentuhku, aku sudah melepaskan umpan silang ke arah kotak penalti.

Satria dan kiper lawan sama-sama meloncat, menggapai bola. Satria lebih tinggi, menyambut bola dengan kepalanya. Sundulan terukur ke arah gawang yang kosong...

* * *

“Duuh... Yang dipuji pelatih...”
“Hahaha diem deh!”

Kami sedang berjalan ke arah gudang olahraga untuk mengembalikan bola dan perlengkapan pertandingan yang lain. Hari sudah sore, sekitar pukul 5. Sekolah sudah sepi. Hari ini memang giliranku yang beres-beres perlengkapan, dan Cherry membantuku. Pelatih meminjamkan kunci gudang olahraga dan memintaku menyimpannya dulu malam ini karena ia harus buru-buru pulang.

Akhirnya kami menang 4-1 di pertandingan persahabatan tadi. Seusai pertandingan, pelatih secara khusus memuji umpan silangku yang membuahkan gol keempat tadi. Aku cukup bangga; pertandingan pertamaku berlangsung sukses. Tapi rupanya pujian dari pelatih tadi menjadi bahan bagi Cherry untuk menggodaku.

“Keren loh tadi...” kata Cherry sungguh-sungguh.
“Iya, iya... Thank you... Udah donk jangan digodain terus...” kataku.
“Hahaha... Siapa yang godain sih? Emang keren tau!” katanya lagi.
“Iya iya...”

Kami sampai di gudang olahraga. Aku meletakkan keranjang bola di lantai dan membuka kunci pintu. Gudang ini cukup besar, salah satu yang paling besar di sekolahku. Kami masuk, menutup pintu, dan mulai meletakkan jaring gawang, bola-bola, serta rompi-rompi latihan di tempatnya masing-masing.

“Eh, rompi tempatnya di atas ya?” tanya Cherry, sambil mendongak.
“Ya. Di rak nomer tiga itu... Duh susah amat sih ditaruhnya di situ...” kataku.
“Gapapa... Biar gue yang taro di sana,” jawabnya. Ia mulai memanjat kotak-kotak yang ada di lantai dan menggapai rak nomor tiga. Aku memperhatikannya, dan saat itu mataku terantuk pada pantatnya. Sejak kecil pantat Cherry memang sudah sangat bulat dan lebih tebal dari pantat cewek-cewek lain seusianya.

Aku nyengir saat melihat kesempatan besar itu. Aku berjingkat perlahan ke belakangnya. Cherry tidak memperhatikanku, masih berusaha meletakkan rompi-rompi latihan itu.

“Bisa?” tanyaku, mengalihkan perhatiannya.
“Bi... Sa... Sih... Tunggu...” kata Cherry, berkonsentrasi penuh pada rompi.

Saat itu aku meremas kencang-kencang pantatnya yang montok dengan kedua tanganku. Cherry yang terkejut kehilangan keseimbangan, terpeleset. Aku pun terkejut dengan reaksinya yang mendadak itu, sehingga tak sempat menghindari tabrakan. Kami jatuh terjerembap ke lantai gudang olah raga, diikuti setumpuk rompi dan kardus kosong.

“Aduuuhhh!!! BEEGOOO!!! Ngapain sih lu tau-tau ngeremet pantat gue gituu!!??” raung Cherry kesal.
“So... Sorry... Gue ga nyangka lu bakal reaksinya sampe heboh gitu...” kataku membela diri.
“Iiihhh... Nyebelin banget tau nggak! Sekarang musti ngeberesin lagi semua kan!” katanya, masih kesal.
“Iya... Iya... Sorry...”

Aku membantunya berdiri. Lutut Cherry memar menghantam lantai, sementara siku lengan kananku juga memar. Sesaat sepertinya Cherry sudah akan mulai mengomeliku, tapi saat berikutnya ia menghela napas, dan mulai memberesi rompi dan kardus yang berserakan di lantai. Kali ini aku membantunya, merasa bersalah.

“Kenapa sih lu demen banget sama pantat gue?” tanya Cherry setelah diam beberapa lama.
“Heh?” aku terkejut ditanya seperti itu. “Eh... Ya... Abisnya...”
“Apa?”
“Ya kan empuk...” jawabku, bingung.
“Iiih... Nyebelin!!” ujarnya sewot. Tapi aku menangkap nada geli dalam suaranya. “Udah? Empuk doank? Kalo empuk doank mah remet aja tuh bantal lebih empuk...”

“Ya nggak lah... Padet juga...” kataku, lebih berani. “Montok...”
“Iih... Terus?”
“...Apa lagi? Kenyal... Gede... Seksi...”
“Iihh...”

Muka Cherry merona merah. Sekilas aku melihat senyum malu di bibirnya yang tipis.

“Sama cewek yang di video lebih seksi mana?” tanyanya tiba-tiba.

Aku terkejut. Beberapa malam sebelumnya kami bermain internet di kamarku. Ketika itu kami iseng-iseng membuka situs bokep, dan tanpa sengaja kami menemukan cuplikan video anal sex. Kami benar-benar terpaku menonton video itu, dan saat video itu selesai, hal pertama yang ada di pikiranku adalah pantat Cherry. Cherry pun sepertinya tak dapat menghilangkan adegan itu dari benaknya. Sejak itu kami cukup sering membahas tentang anal sex, dan tanpa sepengetahuannya, aku membayangkan diriku meng-anal Cherry, bahkan sampai terbawa ke mimpi basah!

“Eh... Eh...” aku tak tahu harus menjawab apa. Cherry terlihat serius.
“Eh... Ya... Gatau deh...” jawabku, bingung.
“Oh... Oke...”

Hening. Ada rasa canggung dan aneh yang menyelimuti diriku. Jantungku berdegup kencang. Bayangan tentang diriku meng-anal Cherry kembali muncul, lebih jelas dari hari-hari sebelumnya.

“Eh... Lu... Lu suka kebayang video itu ga?” tanya Cherry.
“I... Iya lah...” jawabku. “Kenapa?”
“... Lu... Kebayang ngelakuin itu?”
“HeeH? Cher... Koq nanya gitu?” kataku. Panik.
“Dit... Serius... Lu kebayang ngelakuin itu...” katanya lagi. “...Itu... Anal?”
“Eh... Iyalah... Ya... Iya...” jawabku gelagapan.
“Kebayangnya sama siapa?”

Aku benar-benar panik sekarang. Rasanya seperti ketahuan berbohong di depan orang tua. Jantungku berdegup tak karuan. Aku tak mungkin menjawab jujur!

Saat aku masih bingung, tiba-tiba Cherry menjawab semuanya.

“Karena sejak malem itu gue kebayang terus di-anal sama lu...”

Aku kaget bercampur lega. Jadi Cherry juga membayangkan apa yang aku bayangkan! Aduh... Ini gila...

“Eh... Serius lu?” tanyaku. Cherry mengangguk. Mukanya merah padam sekarang.
“Sampe kebawa mimpi...” katanya pelan.

Aku bingung. Saat itu, entah kenapa, aku merasakan celana pendekku mulai sempit. Penisku menegang. Bayangan adegan analku dengan Cherry semakin jelas, mengaburkan pandanganku.

“Eh... Gue... Gue juga tau...” kataku akhirnya. “Kebayang anal sama lu terus...”
“Iya?” tanya Cherry. Nadanya bersemangat. “Serius?”
“Ya... Eh...” kataku, agak malu. “Sampe kebawa mimpi juga...”
“Lu... Eh... Kebayangnya gimana?”
“Ya gitu... Dari belakang...” kataku. Keberanianku mulai kembali.
“Sampe keluar? Kayak yang di film?”
“Iyalah...”
“Oh...”

Kami terdiam lagi. Tak tahu harus melanjutkan ke mana.

“Eh... Ayo beresin... Udah sore loh...” kataku canggung. Aku mulai membungkuk dan memasukkan rompi ke dalam kardus lagi saat tiba-tiba Cherry memelukku dari belakang.

“Ch... Cher?” tanyaku kaget.
“... Dit...” bisiknya. Suaranya bergetar. “... Dit gue pengen...”
“... Pengen apa?” tanyaku. Aku sudah tahu jawabannya bahkan sebelum bertanya.
“... Anal...”

Penisku tegang sekuat-kuatnya. Sakit rasanya terjepit di dalam celana dalam dan celana pendek SMP yang kaku.

“... Mau nggak lu anal-in gue?”
“Eh... Cher! Gila ah... Itu kan cuma film... Jangan lah,” kataku, menyangkal diriku sendiri.
“Tapi gue pengen... Gue ga bisa ngilangin bayangan lu lagi nusuk-nusuk pantat gue...” katanya. Suaranya terdengar merana. Aku tahu rasanya terus terbayang-bayang sesuatu yang tak dapat hilang.

“...Iya... Iya gue juga kebayang-bayang sih...”
“Iya kaan!! Ayo donk, Dit... Pliss...” pintanya.

Ini gila. Sahabatku memintaku untuk meng-analnya. Cherry sudah terdengar seperti orang yang sangat horny sekarang, dan jujur, aku pun sudah berhari-hari onani sambil membayangkan penisku menghujam pantatnya yang seksi itu.

“Eh... Dari pantat ga bisa hamil ‘kan?” tanyaku.
“Ya nggak lah...” katanya, masih memelukku. “Lagian gue belon dapet... Tenang aja...”

Aku berbalik, menatap matanya.

“Lu bener-bener yakin?”
Tak menjawab, Cherry membuka retsleting rok biru SMPnya, dan menjatuhkannya ke lantai, menampakkan pahanya yang mulus dan celana dalam putihnya.

Aku bingung harus mulai dari mana.

“Eh... Yang... Di film itu kan...”
“Dari ciuman pertamanya...” kata Cherry.
“Ya...”

Kami bergerak perlahan, saling mendekat. Cherry mengalungkan tangannya di leherku dengan kaku, aku memegang pinggangnya yang langsing dengan canggung. Sesama pemula.

Aku melepas kacamataku dan mendekatkan wajahku ke arah wajahnya. Cherry memejamkan mata, menunggu. Dengan gemetar, aku menggerakkan wajahku semakin dekat ke wajahnya. Perlahan, bibir kami bersentuhan. Sensasi dingin aneh menjalar di tubuhku saat kami berciuman untuk pertama kalinya. Aku menggerakkan bibirku perlahan, menarik bibir bawahnya. Cherry membalas ciumanku. Hidungnya yang sangat mancung agak menggangguku.

Kami berciuman dengan sangat kaku untuk beberapa lama, tapi setelah beberapa saat, ketegangan mulai mencair. Aku mulai menyadari bahwa bibir atas Cherry lebih tebal dari bibir bawahnya, sehingga aku mulai melumat bibir atasnya dengan nikmat. Cherry mengikuti gerakan bibirku. Ciuman kami semakin panas, pelukan kami semakin erat. Perlahan, tanganku bergeser turun, meremas-remas pantatnya yang montok dan padat. Penisku sudah tegang sekali sekarang. Belum pernah aku meremas pantat Cherry sebebas ini.

“Mmh... Masuk aja tangannya, Dit...” katanya, melepas ciuman kami.

Aku menurut, kumasukkan tanganku ke dalam celana dalamnya. Kulit pantat Cherry mulus sekali. Aku meremas-remas pantatnya dengan nafsu. Empuk dan penuh sekali rasanya.

Cherry bergerak, mencium leherku. Aku merasa seperti disetrum aliran listrik. Kami merosot ke lantai, berbaring. Cherry di atasku. Kami kembali berciuman. Aku menjulurkan lidah ke dalam mulutnya, yang seketika itu juga langsung dibelit oleh lidahnya. Nafas kami semakin cepat. Decak lidah kami memenuhi gudang olahraga sore itu, seksi sekali.

Aku melepaskan ciuman. Benang ludah tipis menjuntai menghubungkan mulut kami. Nafas kami terengah. Cherry menatap mataku dalam-dalam dengan matanya yang sipit. Ia tersenyum, dan saat itu untuk pertama kalinya aku menyadari bahwa Cherry adalah gadis yang sangat cantik.

“Lu cantik, Cher...” pujiku, jujur. Cherry nyengir. Aku juga baru menyadari bahwa giginya sangat rapi.
“Thank you...” bisiknya. Pipinya merona merah. Ia menunduk, mengangkat bagian bawah kaosku. Cherry membantuku membuka kaosku. Kami bertatapan lama sekali, kemudian mulai berciuman lagi. Kali ini lebih luwes dan dahsyat dari sebelumnya. Tanganku meremas pantatnya yang montok. Semakin kuremas, penisku serasa semakin tegang.

Kami melepas ciuman lagi. Cherry bangkit, menarik salah satu matras olahraga, meletakkannya di lantai, dan berbaring di situ. Aku bergerak, menindihnya dengan lembut. Cherry nyengir.

“Lu berat...” katanya sambil mencium pipiku.
“Heeh? Lu gue bilang cantik, lu bilang gue berat?” kataku, menggodanya. Cherry tertawa.
“Tapi enak koq, Sayang...” bisiknya lembut. Jantungku serasa berhenti berdetak tadi saat ia memanggilku ‘sayang’... Entah kenapa. Aku menciumi lehernya perlahan. Cherry memejamkan mata, menikmati.

“Sshh... Oohh... Dit... Mmhh...” desahnya.

Aku membuka kemeja putih seragam SMPnya perlahan-lahan. Cherry masih mengenakan miniset, dan dadanya masih hanya berupa tonjolan kecil di dadanya, tapi itu tak mengurangi nafsuku. Kubuka minisetnya perlahan, melemparnya ke sisi ruangan. Kujilat putingnya yang berwarna pink sangat muda. Cherry mengejang, mendesah nikmat.
“Mmh... Ditt...” bisiknya.

Cherry menarik celana pendekku hingga terbuka. Penisku yang sudah sangat tegang telah menyembul keluar dari celana dalamku. Cherry mengelusnya perlahan, enak sekali. Kami berciuman lagi. Tanganku kembali merogoh ke dalam celana dalamnya. Iseng, aku menggosokkan jari tengahku di belahan pantatnya. Cherry mengejang.

“Mmhh!!” desahnya. “Aahh... Dit... Gituin lagi...”

Aku menggosok-gosokkan jari tengahku di belahan pantatnya. Cherry terlihat sangat keenakan sekarang. Ia menciumku semakin dahsyat, membelit-belit lidahku. Tangannya mencengkeram rambutku. Aku semakin berani menggerakkan jemariku. Iseng lagi, aku berusaha menusukkan jari telunjukku ke dalam anusnya. Cherry mengejang lagi.

“Aaaahh!! Dit! Yes! YES DIT GITUIN! MASUKIN!” jeritnya. Cherry sepertinya sudah dikuasai nafsu. Perlahan, aku memasukkan telunjukku ke dalam anusnya. Sulit sekali.

“Aahh... Aaahhh!!” desah Cherry. Telunjukku akhirnya berhasil masuk, perlahan, aku mendorongnya semakin jauh ke dalam hingga masuk seluruhnya.

“Ooh... Ooh Dit... Nnhh...” desah Cherry tak karuan.

Aku memainkan jari telunjukku di dalam anusnya. Menarik, menusukkannya lagi, menariknya lagi, kemudian memasukkannya. Aku bahkan memutar-mutarnya perlahan di dalam anusnya. Tubuh Cherry bergetar hebat. Nafasnya memburu.

“Aaahh... AAAHHHH!!!!!” jeritnya tiba-tiba. Tanganku seperti disiram cairan dingin tiba-tiba. Cepat-cepat aku menarik tanganku keluar.

“Eh? Lu kencing?” tanyaku kaget.
“Aah... Hhh... Nggak... Nggak tau... Enak banget.... Ooh....” jawabnya tak karuan. Saat itu aku belum tahu apa itu squirting, sehingga kupikir Cherry baru saja mengencingi tanganku.

“Cher... Langsung aja ya?” ajakku. Aku tak mau tanganku dikencingi lagi. Cherry mengangguk, menelungkup di atas matras. Aku berdiri, bersiap di belakangnya. Cherry mengangkat pinggulnya, nungging ke arahku.

Aku jongkok, perlahan melepaskan celana dalam putihnya. Pantatnya yang bulat dan seksi sepenuhnya terpampang di depanku sekarang, juga vaginanya yang tak berbulu, yang sudah sangat basah.

Aku mengarahkan penisku ke anusnya. Aku gugup sekali. Belum pernah aku melakukan ini sebelumnya. Referensiku hanya film-film dan gambar-gambar bokep yang aku lihat sebelum ini.

“Eh, Cher... Lu... Lu yakin mau gue anal?” tanyaku, takut.
Cherry terdiam sesaat sebelum menjawab, dengan suara yang cukup mantap, “Ya.”

Aku menggerakkan penisku yang sangat tegang ke arah anusnya. Perlahan, kutempatkan kepala penisku di belahan pantatnya. Cherry mulai mengejang. Perlahan, sangat perlahan, aku menekankan kepala penisku ke anusnya. Cherry memejamkan mata, meringis. Aku menekankan penisku semakin kuat. Susah sekali.

“Ssshhh... D... Dit... Mmmhh...”

Aku menekankan penisku dengan tenaga yang lebih besar, sekuat tenaga. Tiba-tiba, kepala penisku masuk menembus anus Cherry. Keras sekali.

“AAAHHH... AAAAaaaaAAHHH!!!! AAAHH!!!” Cherry menjerit-jerit. Aku kaget, cepat-cepat menarik lepas kepala penisku dari anusnya. Wajah Cherry merah padam, tubuhnya gemetar hebat.

“Cher... Cher sorry... Sa... Sakit? Lu gapapa?” tanyaku panik. Aku takut sekali.
Cherry tak menjawab. Ia berusaha mengatur nafasnya. Tubuhnya gemetar.

“Ga...” jawabnya. Suaranya bergetar. “Gapapa... Lanjutin...”
“Be... Bener? Sory Cher...”
“Gapapa... Mmh... Be... ner... Mmmhh... Masukin... Lagi...”

Aku sangat takut, tapi nafsu pun telah menguasaiku. Tadi rasanya kepala penisku seperti disedot sangat kuat ke dalam pantatnya. Enak sekali rasanya. Aku memainkan penisku di belahan pantatnya yang empuk dan kenyal. Nafas Cherry menjadi bertambah cepat lagi.

“Masukin, yang...” desahnya. Getaran itu kembali menyerangku.

Kumasukkan perlahan kepala penisku ke dalam anusnya yang sangat merah. Lebih mudah sekarang. Perlahan-lahan kutusukkan penisku semakin ke dalam.

“Nnnhhhh... YESS!!! YES DIT! Masukiin...” desahnya tak karuan.

Aku menjadi semakin berani. Tanpa aba-aba, aku menghujamkan penisku kuat-kuat ke dalam anusnya. Tiba-tiba aku merasa seperti penisku disedot dan dijepit kuat-kuat ke dalam pantatnya.

“Oohhh... OOH Cherr... Cher... Enak banget!” kataku keenakan. Cherry tersenyum. Wajahnya masih merah padam. Ia menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Mengerti maksud Cherry, aku pun mulai menarik penisku dari anusnya perlahan-lahan. Detik berikutnya aku menghujamkan kembali kuat-kuat penisku ke dalam anusnya. Tarik, masukkan lagi, tarik, masukkan lagi, begitu terus, semakin lama semakin cepat. Pandanganku semakin kabur. Kenikmatan menjalar, membelit seluruh tubuhku.

“Aaaahh... Aaahhh... Aaa... Mmmhh... Dit... Diii...TT!!” Cherry mendesah-desah keenakan.

Aku menghujamkan penisku semakin cepat. Entah kenapa setiap kali aku menusukkan penisku, seolah-olah pantatnya menyedot penisku semakin kuat. Aku tahu aku tak akan dapat bertahan lama seperti ini terus.

“Cher.. Cherr... Pantat lu... Ooohh.. Koq... Koq kayak nyedot gue...”
“Ga... Gatau... Aaahhhh... Lu... Mmmhhh... Lu enak bangett... Aaahhh... Tambah kenceng lagi, yang...” pintanya.

Aku memejamkan mata. Sensasi ketat dan kuatnya sedotan bagian dalam anus Cherry yang membungkus penisku, dipadu dengan empuk dan lembutnya daging pantatnya yang besar yang menghantam-hantam pinggangku sungguh tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Aku tak tahan lagi.

“Chhheeerr... Cherry... Gue... Gue mau... Ooohh... Gue mau kelu...arr...” kataku terbata-bata.
“Keluarin di.... Aaahh... Aaahhh... Mmmmhhh... Nnnhh... Di... Daleem...mmmhh!!” ujarnya tak karuan. Air liurnya menetes dari mulutnya, tampak kacau sekali. Cherry mengencangkan jepitan pantatnya lebih kuat lagi.
“Dit... Ja... Aaahh... Jangan keluar dulu... Aaahhh... Mau... Mau keluar... Juuga... Aaahhh...”
“Ga bisa... Ga bisa Cheeer... Cher... Aaahhh... AAHHH... CHER.... CCHHEERRYY!!!!”

Crroottt... Crroott... Cruooottttt!! Aku meledakkan spermaku berkali-kali di dalam anus Cherry. Pandanganku kabur sama sekali. Sensasi orgasme di dalam tubuh cewek yang sesungguhnya sungguh berbeda dengan orgasme saat onani. Penisku seolah tak mau berhenti meledakkan sperma. Tak sampai dua detik kemudian, Cherry menjerit dan squirting sekuat-kuatnya.

“OOOOHHHH!!!!! DDIIII.....TTTT!!!!”

Tubuhnya terkulai lemas di matras. Aku menarik lepas penisku dari dalam anus Cherry. Anusnya terlalu sempit untuk menampung ledakkan spermaku di dalam sana, sehingga cairan putih kental itu mengalir keluar dari anusnya, melumuri pantatnya yang bulat dan seksi, mengalir melalui pahanya yang mulus dan melumuri matras tempat kami berbaring, bercampur dengan cairan vaginanya yang meledak dari dalam dirinya sendiri.

Aku roboh di sebelah Cherry, terengah-engah. Tubuh kurus Cherry tergeletak lemas, gemetar hebat. Keringat membanjiri tubuh kami.

“Oh... Ooohh... Ditt... Diitt...” desahnya terputus-putus. Aku tak dapat menjawab. Tubuhku pun gemetar. Cherry tampak kedinginan. Aku menoleh, menatap wajahnya. Ia beringsut perlahan mendekatiku, mengecup bibirku lembut.

“Thank you...” bisiknya. Aku mengangguk. Tanganku bergerak, gemetar, mengelus rambut pendeknya.
“Enak banget...” kataku. Cherry tersenyum.
“Kapan-kapan lagi, yuk?” bisiknya. Aku nyengir, mengangguk setuju.

Kami terdiam. Menikmati desah nafas kami. Aku melirik arlojiku, setengah tujuh malam. Aku memeluk Cherry erat. Ia mendekat padaku, menatap mataku dalam-dalam.

“I love you, Cher...” aku berkata lebih dulu kali ini. Mukanya kembali meronah merah padam. Senyum lemah mengembang di wajahnya yang bersimbah keringat.
“I... Love you too...” bisiknya.

* * *

Sejak hari itu, kami hampir setiap hari melakukan anal. Dan tentunya, tak butuh waktu lama bagi kami untuk mulai ML “dari tempat yang tepat”, dan mulai mencoba berbagai macam teknik lainnya. Kami pun sempat berpacaran selama beberapa lama, namun entah kenapa kami menyadari bahwa kami lebih cocok menjadi sahabat dari pada sepasang kekasih.

Kami sangat sering ML, dan anal sex menjadi favorit Cherry. Setiap kami ML, ia selalu memintaku untuk meng-analnya. Kami bertumbuh besar bersama. Cherry tumbuh semakin feminim; rambutnya semakin panjang dan indah, kulitnya menjadi sawo matang, mulus dan eksotis. Cherry sungguh-sungguh menjaga bentuk tubuhnya agar tetap langsing ideal, dan tentu saja, pantatnya dari hari ke hari menjadi semakin besar dan bulat (saat aku menulis cerita ini, ukuran pahanya 40, dan sebagian besarnya adalah pantat) semakin empuk, padat, kenyal, dan anehnya, tetap sempit walaupun sangat sering kemasukkan penisku.

Pada awalnya kami tak memperhatikannya, tapi lama-kelamaan, Cherry menjadi penasaran karena cewek-cewek lain yang sering anal, anusnya menjadi semakin longgar. Akhirnya akhir tahun lalu kami mencoba untuk datang ke dokter untuk mengetahui secara pasti. Setelah serangkaian tes dan pemeriksaan, akhirnya dokter berkesimpulan bahwa Cherry memang memiliki kelainan di anusnya. Dinding anus Cherry memang sangat lentur, tidak seperti dinding anus orang-orang lainnya. Kelenturan anus Cherry hampir menyamai kelenturan vaginanya, sehingga Cherry seolah memiliki 2 vagina. Selain itu di sekitar anus Cherry terdapat banyak saraf yang sangat sensitif. Saat itulah baru aku mengerti kenapa Cherry sangat mudah terangsang ketika aku menggosok-gosok anusnya. Kami bertanya apakah ini akan mempengaruhi kesehatan Cherry, dan untungnya dokter berkata tidak ada efek apa-apa dari dinding anus Cherry yang lentur ini.

* * *

Musik berhenti. Sekali lagi, aula meledak dalam tepuk tangan. Keenam dancer di atas panggung mengakhiri penampilan mereka yang menakjubkan. Aku tersadar dari lamunanku, menatap Cherry yang berdiri di tengah. Tubuhnya berkeringat. Sorot matanya menyinarkan kepuasan karena penampilan tim dancernya yang luar biasa.

Penonton berangsur pergi meninggalkan aula. Masih dua jam lagi sampai pengumuman juara dilakukan. Aku menoleh ke arah Andrew. Cherry telah ada bersamanya, ngobrol seru tentang penampilannya. Tangan Andrew sembunyi-sembunyi meremas pantat ceweknya yang montok. Cherry hanya mengernyit kecil. Sesaat, mataku dan mata Cherry bertatapan. Aku mengangguk pelan, mengacungkan kedua jempolku dan tersenyum pada sahabatku. Ia tersenyum cerah, mengucapkan terima kasih tanpa suara kepadaku.

Aku berbalik, hendak pergi meninggalkan aula, ketika tiba-tiba handphoneku bergetar di kantong celanaku. Kuambil dan kulihat, sebuah SMS masuk. Dari Cherry...

Ntar mlm di rmh lu aj y?

Singkat. Aku menoleh ke arahnya. Cherry dan Andrew telah berjalan ke arah yang berlawanan arah denganku, tapi sekilas aku melihat Cherry mengerling dan mengedip ke arahku di balik rambut hitam panjangnya.

Aku tersenyum. Membayangkan apa yang akan kami lakukan di rumahku nanti malam sudah membuat celana panjangku terasa sempit di bagian tengah.

* * *

“Ooohhh YES! YES DIT! Harder!! Aaahhh...!!”
“Mmmhhh... Cherr... Mmmhhh...”

Malam itu, kami ML dengan sangat panas. Setelah menghabisi vaginanya, seperti biasa aku meng-anal pantat sahabatku yang luar biasa ini. The Foxes kembali menjuarai Modern Dance Competition, dan Cherry benar-benar mengeluarkan seluruh teknik terbaiknya malam ini untuk merayakan kemenangan timnya denganku.

“Cc...Cheer... Enak bangeet....”
“Aaahhh... Aahh.. Lu... Lu jug...aa...Hhhh...”

Sambil menghujam-hujamkan penisku ke dalam anusnya, pikiran tentang apa yang kudengar tadi siang kembali muncul di ingatanku.

“Cher... Cheer... Nnnhh...” panggilku sambil meremas dadanya dan memainkan putingnya dengan jemariku (ukurannya 34B sekarang, lumayanlah...).
“Hmmm? Aaahhh... Aaahhh... Dah... Dah mau... K...Kuar lagi? Aahh...” desahnya.
“Nggak... Aaahh... Cuma... Pengen nanya... Aah... Kenapa lu ga mau... Nnhh... Ga mau di anal sama... Nnhh... Andrew?” tanyaku, langsung ke sasaran.

Cherry tertawa sambil tetap mendesah. Aneh kedengarannya.

“Karena... Mmmhhh... Oohh... Oohh... Dit gue mau... Kelu...AARRR!!!!!” Cherry tiba-tiba menjerit dan squirting kuat-kuat. Aku belum puas, terus menghujamkan penisku ke dalam anusnya. Bunyi pantatnya yang menepuk-nepuk pinggangku menggema di kamarku yang dingin. Aku berganti meremas-remas pantatnya. Sensasi empuk dan padat yang selalu membuatku kangen dengannya.

“Karena apa... Mmmhhh....” tanyaku.
“Karena... Aahhh... Karena pantat gue... Nnnnhh.... Pantat gue...”
“Pantat lu? Mmmhhh....”
“Sebelon gue menikah... Pantat gue... Nnhhh... Aahhh... Cuma... Cuma boleh... Aaahhh...”
“Aahh... Cuma boleh... Apa... Cher?”
“Cuma... Nnnhhh... Cuma punya lu... Yang... “

Sebelum sempat ia mengatakan jawaban itu, aku sudah tak tahan lagi. Aku meledakkan spermaku sekuat-kuatnya ke dalam anusnya yang sangat sempit. Penisku menyemprot berkali-kali sebelum akhirnya berhenti. Ngilu rasanya.

Aku menarik lepas penisku, berguling ke sisi tubuh Cherry yang tertelungkup di atas ranjang. Ia menatap mataku, seperti berpikir. Aku kembali menanyakan pertanyaan yang tadi belum selesai dijawabnya.

“Sebelum lu menikah, pantat lu cuma boleh apa tadi?”
“Sebelum gue menikah...” jawabnya.
“... Iya?”
“Cuma punya lu yang boleh masuk ke dalem pantat gue...”

Penisku segera tegak berdiri lagi mendengarnya.